07/09/12

Seandainya Cinta Tak Datang Terlambat (Eps Terakhir)

Saat Sandra bergelut dengan nurani dan egonya, terdengar alunan musik Internal Flame. 1 message received terlihat di layar ponselnya. Sandra langsung membuka pesan tersebut. SAN… UDH B’ULANG KALI GW B’USAHA DPT’IN MAF DRI LO, GW MOHON LO DTENG DI TMAN KOTA JAM 7 MLEM NIE. DA SATU HAL YANG MUSTI LO TW TTNG GW –RAKA- satu pesan singkat yang penuh arti buat Sandra.
“siapa yang sms?? Raka iya, bilang apa aja dia? Tanya Tita bertubi-tubi.
“iya… Raka pengen ketemu.” Jawab Sandra singkat.
“kapan…? Dimana…?” Tanya Tita lagi.
“malem nie, di taman kota jam 7. lo yang ngasih nomor gue ke dia iya?” terka Sandra langsung.
“iya!! Habisnya gue nggak tega liat dia panas-panasan nunggu lo. Sekarang mending lo mandi n siap-siap. Liat tuch, udah jam 6 lebih. Ntar telat lagi.” Ajak Tita pada Sandra, dan mendorong Sandra ke kamar mandi.
“iya-iya… tapi coba dech lo baca lagi dech sms dia, ada yang bikin gue bingung.” Sandra masih berkutat dengan arti sms Raka.
“udah!! Dipikir ntar aja, yang penting sekarang lo siap-siap nemuin Raka di taman kota. N inget pesen gue, maafin dia san… okey!!” bujuk Tita lagi.
Jam dinding kamar Sandra sudah menunjukan pukul 7 lebih. Sandra bergegas mengambil kunci mobil kesayangannya dan langsung menuju taman kota dimana dia dan Raka akan bertemu. Akan tetapi 2 jam berselang, Raka tak kunjung datang. Sandra yang mulai bosan memutuskan untuk pulang. Dia merasakan tanda-tanda ketidakseriusan pada diri Raka. Sandra menyesali keputusan bodoh yang sudah dia ambil.
“gimana nge’datenya?” tita berbicara di seberang telepon.
“hiks… hiks…” terdengar tangis Sandra yang tertahan.
“San, koq nangis! kenapa?” tita bingung
“sepertinya keputusan gue nemuin dia malem nie salah Ta, seharusnya gue nggak percaya gitu aja ma ucapan Raka. Dia mank nggak pernah serius ma gue. Dia cuman mempermainkan perasaan gue aja. Udah gue duga sebelumnya, nie semua bakal terjadi sama gue. Dia pikir gue cewek apaan, nungguin cowok di taman sendirian lagi, gue malu Ta!” ucap Sandra dalam tangisnya dan emosi yang tak terkendali.
“maksud lo Raka nggak dateng, dia nggak nepatin janji?” tebak Tita.
“iya, dia nggak dateng!! Bulshit semua omongan dia. Gue capek ngdepin dia, gue nggak tau jalan pikiran dia. Dia udah kecewain gue untuk yang kedua kalinya. Gue nggak akan pernah bisa maafin dia, sampe kapanpun.” Tambah Sandra.
“maafin gue San, seharusnya gue nggak percaya ma ucapan Raka gitu aja n nggak bujuk lo buat nemuin dia malam nie.” ucap Tita penuh penyesalan.
“udah lah Ta, gue yang salah. Gue mank bodoh.” Sandra mulai mengendalikandiri.
“gue bakal bikin perhitungan ma tuch cowok” Tita penuh emosi.
Keesokan harinya, sepulang sekolah. Giliran Sandra yang nungguin Raka. Tetapi tidak membuahkan hasil. Sandra hubungin Ponselnya selalu mailbox. Hal ini membuat Sandra benar-benar geram dengan sikap Raka. Sampai akhirnya Dico menemui Sandra dan memberi tahu kabar yang mengejutkan.
“san, ikut gue!!” ajak Dico pada Sandra secara paksa dengan menarik tangan Sandra.
“apa-apaan nie… lepasin gue!!!” Sandra berontak
“…” Dico tak menjawab dan hanya berusaha menbujuk Sandra agar mau mengikuti kemauannya.
“lo pikir gue apa!! Mana temen lo, udah puas dia permainin perasaan gue!” Sandra berusaha melepaskan diri.
“gue bisa jelasin ntar! Sekarang lo ikut gue!” jelas Dico emosi
Sandra hanya terdiam dan mencoba mengikuti kemauan Dico
30 menit kemudian, sampailah mereka di salah satu Rumah Sakit ternama di Surabaya. Sandra masih bingung dan mencoba memehami maksud dan keinginan Dico. Setelah turun dari mobil, dico terus menggandeng tangan Sandra dan membawanya keruang ICU. Sesampainya di ruangan tersebut, Sandra melihat sosok tubuh lelaki yang tak asing lagi baginya. Dia terlihat lemah dengan mata terpejam seolah-olah dia sedang tertidur pulas. Terlihat pula selang oksigen yang melekat pada hidungnya, menandakan bahwa kondisinya yang buruk. Tidak pernah terlintas di benak Sandra, Raka yang selalu terlihat kuat, terlihat tak berdaya saat ini. Sandra mulai mengatur nafas dan menahan agar air matanya yang hendak jatuh. Sia-sia Sandra menahan semuanya. Air mata Sandra jatuh dari pelupuk matanya yang indah. Sandra mencoba meyakinkan diri jika semua ini hanya mimpi. Tetapi Sandra salah, semua ini adalah kenyataan yang harus diterimanya. Sandra berjalan menghmpiri tubuh yang terkulai lemah itu, duduk disampingnya dan meraih tangan Raka.
“nak Sandra iya…??” Tanya wanita setengah baya yang mencoba terlihat kuat menghampiri Sandra.
“iya tante… saya sandra” jawab sandra dengan tangisnya tertahan.
‘Raka sering cerita tentang kamu.” Lanjut wanita itu yang tidak lain adalah mama Raka.
“cerita apa tante?” Tanya Sandra.
“kamu gadis yang baik, kamu bisa membuat semangat Raka kembali seperti dulu. Dia bertekat akan sembuh dari penyakitnya ini, tetapi Tuhan berkehendak lain. Kemarin malam, saat hendak menemuimu. Kondisinya tiba-tiba memburuk. Dia menyiapkan rangkaian bunga mawar putih untuk Sandra. Tanpa sedikitpun dia memperhatikan kondisinya yang semakin memburuk. Satu hal yang musti Sandra tau, Raka tulus sayang sama Sandra. Tiap malam dia nggak pernah lupa cerita tentang Sandra pada Tante. Sepertinya dia terlahir bukan sebagai orang yang bahagia.”
Mama Raka tak kuasa menahan tangisnya dan tak mampu lagi melanjutkan ceritanya lagi. Mama Raka langsung keluar ruangan ICU. Sandra yang mendengar cerita mama Raka semakin terlarut. Tangisnya tak terkendali. Sandra kembali meraih tangan Raka, dan menggenggamnya erat seolah Raka akan pergi jauh. Sandra menatap wajah pucat Raka dan menundukan kepala. Tanpa sengaja air mata Sandra jatuh tepat di telapak tangan Raka. Sandra berharap Raka mengerti kesedihannya. Tak lama kemudian Raka tersadar.
“sa… Sandra… kenapa nangis?” ucap Raka tertahan.
“ra… raka…!” Sandra terliha kaget mendengar suara yang sangat dikenalnya itu.
“gue nggak pentes buat lo tangisin, gue emang pecundang. Gue nggak bisa bahagiain cewek yang gue sayang.” Raka marah pada dirinya sendiri.
“lo nggak boleh ngomong gitu. Gue bahagia koq. Gue bakal selalu bahagia.” Sandra menangis lagi.
“maafin gue san…” Raka menyesal dan terlihat matanya berkaca-kaca.
“lo nggak pernah salah Ka, gue yang seharusnya dari awal tau semuanya ini. Gue yang seharusnya percaya sama semua ucapan lo” tangisnya tak terbendung.
“satu hal san, gue sayang sama lo, dari dulu, sekarang dan selamanya.” Ucap Raka penuh kejujuran.
“gue tau, gue juga sayang sama lo ka.” Sandra mencium tangan Raka.
“San, gue minta lo tetep ada disini iya. Jangan pernah tinggalin gue sedetikpun.” Pinta Raka.
“pasti ka, gue bakal ad buat lo. Lo pasti kuat!!” Balas Sandra dan menghapus air matanya.
“iya…”
Raka menggenggam erat tangan Sandra, begitu pula sebaliknya. Perlahan Raka mulai terlelap, Raka memejamkan matanya. Sampai akhirnya Sandra menyadari, Raka mengendurkan genggamannya. Terlihat detak jantung Raka mulai tidak stabil. Sandra mulai panik, dan mencoba mencari pertolongan. Sandra memanggi dokter dan perawat yang ada. Dokter langsung bergegas menolong Raka, mengerahkan semua kemampuannya untuk menolong Raka. Kepanikan semakin bermunculan. Terlihat mama Raka yang tak henti-hentinya menangis, begitu pula Sandra. Dico yang mencoba tegar ternyata tak kuasa menahan tangis. Dan… RAKA PUTRA PRAMADYA tertulis pada batu nisan, diatas gundukan tanah yang masih basah dan terlihat bertabur bunga diatasnya. Raka pergi untuk selama-lamanya, meninggalkan kenangan indah yang tak pernah terlupakan. Sandra mencoba kuat menjalani hari-hari yang baru tanpa seorang Raka.
Dear Raka…
Seharusnya dari awal gue percaya sama lo…
Seharusnya dari awal gue nggak ngeraguin cinta lo…
Seharusnya dari awal gue nggak egois…
Seharusnya dari awal gue ada deket lo…
Maaf karna gue udah buat lo menderita…
Maaf karna gue udah buat lo sedih…
Sampe kapan gue bisa hidup tenang tanpa lo…
Sampe kapan gue musti nunggu lo jemput gue…
Tapi gue percaya, suatu saat nanti kita bakal bahagia bersama…
Raka…
Seandainya cinta tak datang terlambat…
Yang selalu mencintaimu
Sandra
 
The End 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar