15/09/13

Hak Segala Hati

Ketika dia memilih untuk bertahan, atau melepaskan. itu adalah hak segala hati.
Ketika dia memilih untuk terluka atau baik-baik saja, itu adalah hak segala hati.
Ketika dia memilih untuk tersakiti atau terobati, itu adalah hak segala hati.
Ketika dia memilih untuk mengingat atau melupakan, itu adalah hak segala hati.

Bicara soal hati.
Banyak orang tidak tahu menahu dimana letaknya, yang mereka tahu adalah rasa yang mereka peroleh.
Rasa berdesir kemudian sesak yang entah secara tiba-tiba hadir tanpa diminta.
Rasa jantung yang serasa berhenti berdetak juga seringkali muncul.
Bahkan mempengaruhi rasa dan asa yang ada.

Hati.
Dia Terluka, namun matalah yang menangis. Bukan Hati.
Dia Tersakiti, namun matalah yang meneteskan air mata. Bukan hati.
Dia Bahagia, namun bibirlah yang menyunggingkan senyuman. Bukan Hati.
Dia Berbunga-bunga, namun bibirlah yang tertawa. Bukan Hati.

Hati.
Berhak untuk memilih bagaimana dia akan memilih.
Dia yang berhak membahagiakan dirinya sendiri atau bahkan melukainya.
Dia yang berhak mengobati perihnya sendiri atau bahkan membuatnya semakin perih.
Dia yang berhak membuat kita tersenyum atau bahkan menangis.

Hati yang memilih, hati yang berhak. namun kita yang merasakannya.
Hati yang tahu bagaimana mengontrol rasa dan asa kita.
Hati bisa meninggikan kita, membuat kita merasa terbang. Namun juga bisa menjatuhkan kita begitu saja.
Hati bisa membuat kita terlena, bahagia. Namun juga bisa menghempaskan kita begitu saja.

Hak segala Hati.
Jangan pernah melukainya, jika tidak ingin memulihkannya dengan waktu yang lama.
Jangan membuatnya perih, jika tidak ingin kesulitan mengobatinya.
Jangan membuatnya berbunga-bunga, jika ingin membuatnya layu kemudian.
Jangan membuatnya bahagia, jika akhirnya membuatnya menangis.

Hak segala hati.
Hak untuk memilih apa yang ingin dipilih.

Sakit yang Sakit Sekali (Eps 1)

"Besok aku akan melangsungkan pertunangan." Ucap seorang lelaki dengan jas hitam bergaris putih.
"...." Seorang wanita dihadapannya terpaku dan enggan berucap.
"Aku harap, kamu tahu apa yang seharusnya kamu lakukan." Tambah laki-laki itu.
"...." Wanita itu masih terdiam. Kini matanya mulai terlihat berkaca-kaca. Mungkin yang dia rasakan hanya sakit. Entah dimana, tetapi sakit.
"Dinda, maafkan aku. sudah sejak lama aku ingin memberi tahumu. tapi..." Belum sempat lelaki tersebut melanjutkan perkataanya, Wanita tersebut memotong pembicaraanya.
"Reno, makasih. setidaknya kamu sudah berani memberitahuku mengenai hal ini. sakit, disini memang sakit. tapi akan lebih sakit lagi ketika kamu tidak memberitahuku terlebih dahulu." Ucap wanita itu dengan menunjuk hatinya, dengan tetesan air mata dan sesenggukan yang membuat ucapannya terbata-bata.
"Berbahagialah, cukup sampai disini aku mendampingimu. Aku sudah tidak berhak atas perasaan ini, semuanya ilegal." Tambah wanita itu seraya menghapus tetesan demi tetesan air mata yang jatuh.
"Ketika aku pergi, jangan pernah mencariku lagi. karena aku tidak akan mencarimu juga. mulai saat ini aku akan berhenti memelukmu dalam doa." ucapnya lagi kemudian beranjak dari kursi yang sejak tadi menopangnya agar tidak terjatuh.
"Dinda..." Panggil Reno, dengan menarik lengan Dinda dengan halus.
"Maafkan aku, semoga kamu selalu bahagia." Tambahnya.
"Lepaskan tanganmu, sebelum aku terjatuh disini dan akan terlihat semakin rapuh." Balas Dinda dengan melepaskan tangan Reno dari lengannya, kemudian berlalu.

Dinda dan Reno, sejak pertengahan semester tiga hingga detik-detik menjelang kelulusan saat ini, mereka adalah pasangan harmonis yang sering membuat beberapa mahasiswa dan mahasiswi kampus menelan ludah. Reno adalah salah satu senior Dinda yang sudah lulus terlebih dahulu. Sedangkan Dinda adalah mahasiswi tingkat akhir yang telah menyelesaikan penelitiannya, dan sudah dinyatakan lulus dari Fakultas Hukum salah satu Universitas Swasta di Surabaya. Reno sudah diangkat menjadi salah satu staf Notaris di Jakarta. Ini tahun keduanya di Ibukota. Dinda dan Reno memutuskan menjalin hubungan jarak jauh dalam dua tahun terakhir ini. Hingga pada suatu ketika Dinda mendatangi Reno ke Jakarta. Hal ini karena sudah lebih dari enam bulan mereka tidak berjumpa, tidak bertatap muka, dan Dinda merasa hubunganya semakin tidak harmonis. Tanpa sepengetahuan Reno, Dinda yang sangat merindukan Reno ingin mengundangnya dalam Wisudanya bulan depan. Namun tak disangka-sangka justru sebuah kejutan yang dia peroleh, Reno yang selama ini dinantinya akan bertunagan dengan wanita selain Dinda. Bisa dibayangkan bagaimana kondisi hari Dinda saat ini. Hingga Dinda memutuskan untuk tidak berlama-lama di kota ini, kota yang membuatnya terpaku seketika, kota yang membuat bahagianya menjadi kesakitannya.

"Tita, aku balik ya. Makasih udah mau direpotin beberapa hari ini." Ucap dinda kepada sahabat dekat Dinda di Jakarta.
"Din, emang terkadang apa yang kita perjuangkan itu sia-sia. tetapi kesia-siaan itu akan menjadi kebahagiaan jika waktunya tiba."
"Aku lagi males ngebahas itu ya Ta, Anggap saja aku sudah lupa. Pesawatnya udah mau berangkat. Aku balik ya." Tambah Dinda dan memeluk sahabatnya itu.

Dinda melepas pelukannya, dan berlalu memasuki kerumunan orang yang memliki tujuan yang sama, menaiki pesawat itu, dan pergi menjauh dari ibukota. Pergi menjauh dengan membawa hal perih yang tidak akan pernah hilang dari memori otaknya, sampai kapanpun. 

 ***

Dua tahun memang tidak cukup lama dilalui dalam kehidupan Dinda. Banyak hal baru diperolehnya, termasuk pekerjaan yang mapan sebagai seorang jaksa muda yang dikagumi banyak orang. Banyak kasus yang menang dengan memuaskan dalam pembelaanya. Dalam satu tahun belakangan ini, karirnya terus meroket. Bisa dibilang hidupnya sudah cukup indah. Namun karirnya yang menakjubkan tidak diimbangi dengan kehidupan cintanya yang indah. Banyak lelaki baru dalam kehidupannya, namun semua hanya dianggapnya tak lebih dari rekan bisnis. Hingga tidak lama berselang Dinda mengenal Rangga. salah satu klien yang sedang mengalami permasalahan dalam perusahaannya. Dua bulan setelah kasus perusahaan Rangga terselesaikan, hubungan mereka justru malah tidak terputus begitu saja. Rangga intens memberikan wujud perhatian baik kecil hingga perhatian yang besar sekalipun. Namun, bagi Dinda ...

"Aku harus menunggumu sampai kapan ?" Tanya Rangga  kepada Dinda ditengah obrolan kerja mereka.
"Ngga ? Kamu ?" Dinda yang terkejut dengan pertanyaan Rangga membuatnya tidak banyak berkomentar menjawab pertanyaan Rangga.
"Ah sudahlah, aku tahu ketika kita sedang membicarakan pekerjaan, semua pikiranmu hanya terfokus dalam pekerjaan." Potong Rangga langsung.
"Gini deh Ngga, banyak hal ganjil nih ketika partner bisnismu mengangkat ulang kasus yang sudah sempat ditutup beberapa bulan lalu." Jelas Dinda tanpa memikirkan ucapan Rangga sebelumnya.
"Aku juga merasa ganjil Din, cuman besok kita akan coba cari kejelasan di sidang lanjutan." Balas Rangga.
"Aku rasa, kamu perlu mempersiapkan berkas-berkas terkait yang mungkin sudah lama kamu arsipkan." Tambah dinda.

Kemudian obrolan mengenai pekerjaan itu terus berlanjut hingga larut malam, dan mereka sadar bahwa mereka harus mempersiapkan diri untuk sidang lanjutan yang akan dilaksanakan esok hari. Rangga mematikan mobilnya kemudian berhenti tepat di depan Apartemen yang menjadi tempat tinggal Dinda selama ini. 

"Besok pagi aku jemput, aku sudah tidak sabar ingin menutup kasus ini." Kata Rangga sambil menetap lurus kedepan tanpa meperhatikan raut muka bingung Dinda yang menoleh ke arahnya.
"Iya, baiklah. Aku pulang dulu, Selamat malam." Dinda beranjak dari kursinya dan membuka pintu mobil Rangga.
"Din..." Panggil Rangga sedikit membuat Dinda terkejut.
"Iyaa ?" Dinda menoleh.
"Tidurlah yang nyenyak. Jaga kondisimu." Ucap Rangga singkat.
"Iya Ngga, makasih." Dinda beranjak dan mulai memasuki apartemennya.

Sidang lanjutan atas kasus yang diangkat lagi oleh partner kerja Rangga, membuat Dinda harus bekerja ekstra untuk kliennya. Persidangan akan segera dilakukan. Hingga saat Penuntut yang dalam hal ini adalah partner kerja Rangga datang dengan pengacara yang baru. Dan, dia adalah ..... Reno, serpihan yang masih tetap ada di sudut hati Dinda, dia akan menjadi lawannya dalam kasus ini. Dan ini sakit, tentunya...

***

Seusai persidangan lanjutan ini, Dinda langsung bergegas menjauhi ruang sidang dan tanpa memeperdulikan Rangga yang menunggunya diluar Ruang Sidang. Dinda menuju toilet terdekat dari ruangan itu, dan mengunci dirinya dalam kamar mandi. Dia merasa sakit, luka yang hampir sembuh justru tergores lagi, dan akan lebih lama lagi untuk sembuh. Rangga tidak hentinya menelpon Dinda seusai persidangan tersebut, namun nihil. Hingga Rangga memutuskan untuk beranjak dan meninggalkan Pengadilan tersebut. Satu jam setelah persidangan selesai, dan pengadilan tampak sepi, Dinda keluar dari kamar mandi dengan mata sembab. Dia merasa ada yang semakin hancur, ada yang semakin sakit, tetapi Dinda masih terus mencari jalan keluar dari rasa sakit itu. Dinda keluar dari kamar mandi kemudian berjalan gontai keluar dari gerbang pengadilan yang mulai sepi. Tanpa disadari ada sepasang mata yang menatapnya, dan seharusnya Dinda tahu itu milik, Reno.

To be Continue