Raka
tidak menjawab dan membawa Sandra ke belakang sekolah. Dengan keadaan
yang sepi dan kondisi Raka yang terlihat marah, Sandra merasa ketakutan.
“elo lagi, mo lo apa sich…?” Tanya Sandra jutek dan marah.
“oh… ternyata lo masih inget ma gue.” Jawab Raka nggak kalah jutek.
“sorry gue lancang ngajak lo ke sini, jujur gue nggak suka lo jalan sama cowok laen.” Sambung Raka penuh keterusterangan.
“hah,
cowok… So what!!! Siapa lo, siapa gue. Inget iya, gue kenal lo juga
baru-baru ini. Kita temen enggak, Sodara juga enggak. Apa hak lo
ngelarang-ngelarang gue. Minggir!!!” jawab Sandra panjang lebar dengan
mendorong tubuh Raka. Akan tetapi, Raka menahan tubuhnya hingga Sandra
terpental, dengan sigap raka menarik tangan Sandra kembali dan mencium
bibir lembut Sandra. Sandra yang kaget langsung menampar pipi Raka dan
mencoba meninggalkan Raka. Akan tetapi, Raka kembali menarik lengan
Sandra. Kali ini Raka memeluk tubuh mungil Sandra dan berucap.
“san…
gue rela lo tampar atau lo tonjok sekalipun, gue sadar kalo perbuatan
gue salah, salah besar malah. Jujur, sejak awal gue ketemu lo, gue
ngerasa perasaan aneh yang menghantui gue. Awalnya gue nggak sadar kalo
ini cinta, bahkan gue mencoba menghapus pemikiran bahwa perasaan ini
cinta. Tapi entah mengapa gue nggak mampu. Bahkan perasaan ini semakin
menjadi-jadi. Setelah sekian lama gue baru sadar kalo ini bener-bener
cinta sama lo. Gue mulai nggak suka liat lo deket sama cowok laen. Gue
sakit hati, gue marah, gue cemburu san. Tapi semua ini kehendak hati
gue. Gue nggak mau lo jadi milik orang lain, gue pengen lo jadi milik
gue seorang.” Ucap raka penuh kejujuran dan masih memeluk Sandra.
“lepasin
gue!! Gue mohon lepasin gue ka…!” pinta Sandra dan berusaha melepaskan
pelukan Raka, tanpa sadar Sandra meneteskan air mata. Raka yang tidak
tega melihat gadis pujaannya menangis mulai mengendurkan
pelukannya.dengan kesempatan ini Sandra berlari meninggalkan Raka.
Setelah
insiden itu, Raka menyesali perbuatannya. Dico sohib Raka hanya bisa
memberi semangat dan mendukung tindakan Raka. Dico sama sekali tidak
menyalahkan tindakan Raka, menurut Dico itu hal wajar yang nggak perlu
disesali.
“tenang
aja dech bro, lo nggak salah koq. Nggak perlu nyesel sampe segitunya
kali.” Ucap Dico setelah mendengar cerita sahabatnya sambil meneguk es
jeruk pesanannya di kantin sekolah.
“tapi
kan co, gue udah bikin dia nangis, udah bikin dia marah, sampe-sampe
dia nampar gue. Pasti gue udah di cap cowok nggak bener sama dia. Gue
pecundang co!!” jawab Raka pesimis.
“coba elo lebih sabar dikit n nahan emosi lo. Pasti hal seperti kemaren nggak bakal terjadi.” Dico sedikit menyesal.
“namanya juga penyesalan, pasti datengnya di akhir.” Raka terdiam sejenak.
“aduuuh… gue bingung nie.” Raka mengacak-ngacak rambutnya
“gue saranin, lo cepet-cepet minta maaf ma Sandra, lo tunjukin penyesalan lo ke dia.” Dico memberi saran lagi.
“iya iyalah co, itu pasti. Tapi yang jadi masalah, dia mo maafin gue apa nggak”
“ini ni yang namanya pecundang, lom maju udah mundur duluan. Lo cowok bukan sich, gue jadi ngeraguin lo dech.” Goda dico
“sialan lo” Raka menonjok lengan dico.
“Optimis donk bro. dia pasti maafin lo koq.” Support dico.
Bel
pulang sekolah telah berbunyi. Banyak siswa berhamburan keluar kelas.
Ada yang berdesak-desakan di parkiran, ada juga yang rela menanti angkot
di bawah terik matahari yang menyengat. Berbeda dengan Raka yang
menanti Sandra di depan kelas Sandra yang tidak jauh dari kelas Raka.
Tak lama berselang Sandra muncul dengan tas warna merah di pundaknya.
“san… tunggu san!! Sandra…” panggil Raka
“…” Sandra hanya diam dan mempercepat langkahnya.
“san, please… dengerin gue ngomong” Raka mencoba meraih tangan Sandra dan mendapatkannya.
“gue
tau, gue udah ngelakuin hal bodoh yang bikin lo sakit hati. Tapi gue
nggak pernah tau kenapa gue bisa ngelakuin semua nie sama lo. Satu hal
yang gue tau, gue sayang sama lo san.” Sambung raka memegang kedua
pundak Sandra.
“whatever” jawab Sandra singkat, menyingkirkan kedua tangan Raka dan pergi meninggalkannya.
“san… tunggu!!” Raka mencoba mengejarnya, akan tetapi Sandra berlalu seiring angin yang berhembus siang itu.
Selama
beberapa hari ini, usaha raka tidak membuahkan hasil. Sehingga Raka
bingung harus melakukan apa lagi untuk menebus kesalahannya. Sepulang
sekolah Raka menunggu Sandra di gerbang sekolah. Tetapi kali ini Sandra
sudah memperhitungkannya, sehingga dia memutuskan pulang lewat pintu
belakang. Raka yang tidak mendapati Sandra keluar dari gerbang sekolah,
berpapasan dengan Tita sahabat Sandra. Dan Raka menghampirinya.
“hai…” sapa Raka
“ada
perlu apa?” Tanya Tita ketus, setelah tau bahwa cowok yang ada
dihadapannya adalah cowok yang baru saja diceritakan Sandra padanya.
Cowok yang sudah membuat pikiran sahabatnya kacau.
“ehm… sorry, gue tau lo sahabat Sandra. Lo pasti benci banget sama gue.” Balas Raka merendah.
“so… ngapain lo tetep disini? Mo bikin gue naik darah.” Tita emosi
“Okey!!
Gue bakal pergi, tapi gue mohon sampe’in rasa bersalah gue sama dia,
permintaan maaf gue buat dia. gue udah kehabisan akal buat dapetin maaf
dari dia. Dan yang terpenting, gue nggak pernah bermaksud mempermainkan
dia, karna gue sayang ma dia.” Jelas Raka
“Enaugh!! Gue cape’ dengernya.” Respon Tita jutek
“gue
mohon, gue pengen dia tau semuanya. Sebelumnya gue nggak pernah punya
perasaan aneh ini sama siapapun. Tapi nggak tau kenapa dengan Sandra
beda. Gue mohon kasih gue kesempatan, gue janji nggak bakal nyakitin
dia” pinta Raka lagi
“mana Ponsel lo” Tita meminta ponsel Raka
“buat apa” Raka bingun
“bawel!! Buruan…”
Dengan
sedikit kaget Raka mengeluarkan ponsel dari tas rangselnya dan
menyerahkan pada Tita, tampak Tita sedang mengetikkan sesuatu pada
ponsel Raka
“nich no ponsel Sandra, hubungin dia!!” Tita menyerahkan kembali Ponsel Raka.
“thanks…” ucap Raka singkat dengan hati lega.
“tapi
inget satu hal, kalo gue denger Sandra nangis gara-gara lo lagi. Jangan
harap lo bisa lari dari gue” ancam Tita dan langsung meninggalkan Raka.
Setelah
mendapat angin segar dari sahabat Sandra, Raka tidak menyia-nyiakannya.
Tak henti-hentinya Raka menghubungi Sandra, tapi tidak Sandra hiraukan.
Tita nggak tega melihat perjuangan Raka yang sudah susah payah
memperoleh maaf dari Sandra. Kini Tita berusaha membujuk sahabatnya itu
untuk memaafkan Raka.
“san, udah napa lo hukum si Raka. Lo nggak kasihan ma dia?” pinta Tita hati-hati
“koq
lo malah belain dia sich ta, dia dah ngerebut ciuman pertama gue.
Ciuman buat cinta sejati gue nantinya. Dan lo juga tau kan dia udah
bikin pikiran gue kacau akhir-akhir ini. Dia pikir gue cewek apaan,
seenaknya dia perlakuin gue sembarangan” Sandra emosi
“gue
ngerti posisi lo sekarang. Namanya juga manusia san, tempatnya salah
dan dosa. Apa salahnya sich lo maafin dia. Lo tau kan Tuhan aja bisa
maafin umatNya yang punya banyak dosa. Kenapa kita yang hanya makhluk
ciptaan Tuhan nggak bisa maafin sesamanya?” Tita memberi pengertian
“tapi kan Ta…” Sandra membela diri
“itu saran gue, mau di terima silahkan. Enggak diterima juga nggak apa-apa” Tita membiarkan Sandra berpikir sejenak
“…” Sandra terdiam, dan terlihat memikirkan sesuatu. Ada sesustu yang mengganjal di benaknya.
To Be Continue
To Be Continue
Tidak ada komentar:
Posting Komentar