22/12/12

BCL - Cinta Sejati

Ketika alunan merdu suara Bunga Citra Lestari mengiringi rintik-rintik hujan yang seolah enggan meneteskan butiran air yang lebih besar lagi. Gerimis mewarnai indahnya malam ini.
lagu ini merupakan salah satu original soundtrack film yang saya nanti sejak tahun lalu.
kisah sosok yang sangat saya kagumi, sosok teladan, dan sosok imam keluarga yang sempurna.
mencintai tanpa alasan, mengasihi tanpa pamrih, dan menyayangi dengan ketulusan hati.
Beliau suami sempurna, yang tidak pernah malu mencintai pasangannya dalam kondisi apapun. Yang hingga saat ini saya berdoa, agar bertemu sosok seperti beliau untuk imam bagiku kelak. Entah mengapa, saya begitu terobsesi menelisik lebih dalam lagi kisah cinta sejati ini. kisah yang sudah langka untuk zaman yang semakin penuh dengan kepalsuan. dan saya rasa, bukan hanya saya yang berharap demikian.

Manakala hati menggeliat mengusik renungan
Mengulang kenangan saat cinta menemui cinta
Suara sang malam dan siang seakan berlagu
Dapat aku dengar rindumu memanggil namaku

Saat aku tak lagi di sisimu
Ku tunggu kau di keabadian
Aku tak pernah pergi, selalu ada di hatimu
Kau tak pernah jauh, selalu ada di dalam hatiku

Sukmaku berteriak, menegaskan ku cinta padamu
Terima kasih pada maha cinta menyatukan kita
Saat aku tak lagi di sisimu
Ku tunggu kau di keabadian
Cinta kita melukiskan sejarah

Menggelarkan cerita penuh suka cita
Sehingga siapa pun insan Tuhan
Pasti tahu cinta kita sejati
Saat aku tak lagi di sisimu

Ku tunggu kau di keabadian
Cinta kita melukiskan sejarah
Menggelarkan cerita penuh suka cita
Sehingga siapa pun insan Tuhan

Pasti tahu cinta kita sejati
Lembah yang berwarna
Membentuk melekuk memeluk kita
Dua jiwa yang melebur jadi satu
Dalam kesucian cinta

Cinta kita melukiskan sejarah
Menggelarkan cerita penuh suka cita
Sehingga siapa pun insan Tuhan
Pasti tahu cinta kita sejati
Download lagunya disini (klik)

05/12/12

Illucious (Eps Terakhir)

Waktu sudah menunjukan pukul enam sore. Mama Dania yang dari tadi menunggu anaknya pulang kini sudah mulai khawatir tidak ada kabar dari putri bungsunya. Sejak jam lima sore mama Dania sudah mencoba menghubungi Dania, namun handphonenya tidak aktif. Dan terus menunggu kabar dari putrinya tersebut, hingga akhirnya memutuskan untuk menghubungi Andin yang merupakan satu-satunya teman Dania yang sering main kerumah Dania. Dan tidak lain tempat Dania mengerjakan tugas kelompok.
“Halo, nak Andin ?” Tanya Mama Dania dengan suara lirih.
“iya tante, ada apa ya ?” Jawab Andin dengan tenang seolah tidak tahu apa-apa.
*****

Beberapa jam kemudian, jam sembilan lebih Dania memasukan motornya kedalam garasi. Mendapati mobil ayahnya sudah terparkir di dalam. Dania sudah menyiapkan beberapa jawaban atas semua kemungkinan pertanyaan yang akan muncul nanti. Dania melangkahkan kakinya dengan perlahan menaiki tangga menuju kamarnya dengan perasaan campur aduk. Dia melihat ruang keluarga sudah kosong, dan dan terlihat lampu tidur yang menyala dari kamar kedua orang tuanya. Dania sedikit bernafas lega, dengan senyum tipis mulai memasuki kamarnya, dan menyalakan lampu kamarnya. Kemudian terkejut mendapati mamanya duduk di atas ranjang mungil di kamarnya.
“Kenapa bohong sama mama.” Tanya Mamanya langsung pada topiknya.
“Bohong apanya ma.” Balas Dania sedikit gemeteran kaget dengan pertanyaan mamanya.
“Sudah berani berbohong sekarang, apa mama pernah mengajarimu berbohong.” Ucap mamanya lirih terlihat sangat terluka mengetahui anaknya berbohong.
“Dania pulang kelompokan kok ma. Tadi Mama Andin minta Nia makan malam disana sekalian. Makanya Nia pulang terlambat.” Jawab Dania mempertahankan alasannya terlambat.
“Mama tadi menelpon Andin.” Ucap Mama dania semakin lirih seolah ingin meneteskan air mata.
“....” Dania menelan ludah, terdiam tidak ingin membuat mamanya lebih terluka lagi dengan kebohongan-kebohongannya.
*****

Beberapa hari setelah kejadian itu, Dania mulai mengurangi interaksi dengan Meda. Hal ini tentu membuat Meda bertanya-tanya kesalahan apa yang telah dia dilakukan.Dania juga semakin jarang berkicau di twitter. Meda mencoba meminta penjelasan kepada Dania.
Siang itu, matahari terlihat sedang terik-teriknya. Dania melangkah gontai keluar gerbang sekolah. Dengan ransel merah di pundaknya, berjalan dengan menundukan kepala menuju tempat dimana dia sering  menanti angkutan yang biasa membawanya pulang. Sebelum angkot itu datang, Dania dikejutkan dengan motor sport berwarna biru yang berhenti tepat didepannya. Dania mengenalinya kemudian tercekat.
“Makan Eskrim yuk.” Ajak Meda seraya turun dari motornya dan mengenakan helm pada Dania kemudian meraih tangan Dania unuk ikut dengannya.
“...” Dania masih terdiam dengan keterkejutannya. Dan menuruti keinginan Meda begitu saja.
Meda melajukan motornya menuju suatu tempat yang cukup asing bagi Dania. Namun entah mengapa, seolah enggan memberontak Dania semakin mengeratkan pegangannya di pinggang Meda. Padahal pikirannya sedang kalut mendapati nilai-nilainya semakin merosot dan kepala sekolah mengirimkan surat pemanggilan wali murid kepada orang tuanya. Dania tidak tahu harus berbuat apa, dia hanya ingin sejenak melupakan segalanya kemudian menikmati kebersamaanya dengan Meda.
*****

Jarum jam menunjukan pukul empat sore, Mama Dania mulai khawatir mendapati kamar Dania masih kosong. Dania adalah anak terakhir dari dua bersodara, kakaknya sudah berkeluarga dan kini tidak lagi tinggal bersama kedua orangtuanya. Disela-sela menanti anaknya pulang terdengar suara bel rumah berbunyi. Dengan sigapnya membuka pintu rumah dan melihat salah seorang utusan dari sekolah Dania mengantarkan surat yang cukup asing baginya. Setelah tamu itu pulang, kemudian dengan penasaran Mama Dania membuka segelan amplop cokelat itu dan membaca isinya. Dan isinya mengagetkan, sesuai dengan isi pikiran Dania yang sekarang entah kemana bersama Meda. Ini membuat pikiran Mama Dania semakin berat, ditambah dengan penyakit hipertensi yang sudah lama dideritanya.
*****

Jam sepuluh malam tepat. Dania melangkahkan kakinya di halaman rumah. Mencoba masuk namun mendapati pintu rumahnya terkunci. Kali ini keadaan rumahnya tidak seperti biasanya, lampu beranda rumah belum dinyalakan dan tidak mendapati mobil ayahnya di garasi. Kemudian dania melangkahkan kaki lagi keluar gerbang rumahnya, dan menghampiri penjual angkringan didepan rumahnya.
“Buk, kok rumah saya gelap-gelapan ya. Apa mama sama ayah saya sedang pergi ?” tanya dania langsung.
“oh, mbak Dania dari mana saja. Mama mbak tadi masuk rumah sakit. Tadi tetangga sebelah yang  nolongin, Ayah mbak tadi belum pulang soalnya.” Jawaban ibu penjualnya dengan perasaan bersalah.
“...” Dania terdiam dan langsung mencari handphonenya didalam ransel. Setelah menemukannya Dania mendapati beberapa panggilan tidak terjawab dan pesan singkat. Dania baru sadar ketika bersama Meda, dia mengabaikan handphonenya. Dania meneteskan airmata kemudian tertunduk lesu seketika bersimpuh di depan angkringan tersebut.
*****

Ruang ICU rumah sakit Kasih Bunda, Mama Dania terlihat pucat dengan selang pembantu pernafasan yang menempel di hidungnya. Keadaanya kritis, dan diagnosa dokter adalah gejala stroke yang sudah cukup parah. Dania tidak berani masuk untuk melihat lebih dekat keadaan Mamanya. Dania terdiam terpaku dengan bibir yang seolah terkunci. Ayah Dania terlihat tertidur di samping istri tercintanya. Dania malu, mengapa dia bisa sebegitu jahatnya hingga melukai perasaan kedua orangtuanya. Dania menangis tersedu-sedu di depan ruang ICU, dia menyesal karena kenakalannya semua ini terjadi. Sejak dunia yang memunculkan asa itu ada, sejak Adromeda hadir dan sejak dunia penuh kepalsuan itu memporak-porandakan hidupnya. Dan penyesalan itu sudah terlambat. keesokan paginya, Dania menangis tiada henti diatas gundukan tanah pemakaman yang masih basah. Dania seolah tidak ingin melihat ini semua, menghadapi ini semua, dan semua ini terasa seperti mimpi. Andai saja ini bagian dari skenario dunia maya yang bisa dia atur sesuka hatinya. Seandainya ini hanya sebuah mimpi yang bukan nyata. Namun ini adalah kenyataan, dan dengan cara apapun tidak akan pernah mengembalikan Mama Dania kembali. Kembali dengan sunggingan senyum dan nasihat-nasihat baginya lagi.

The End

03/12/12

Illucious (Eps 1)

Dania masih terpaku memandangi layar laptopnya. Tanpa dia sadari waktu telah menunjukkan tepat pukul satu dinihari. Matanya masih fokus menatap layar dan jari-jari lentiknya semakin cepat menari-nari pada papan keyboardnya. Sunggingan senyum bahkan tawa lembut hingga tawa yang hampir memecahkan gendang telingapun dia lontarkan. Kemudian terdengar suara gagang pintu kamarnya yang terbuka.

“Dania, kok belum tidur ?” Tanya wanita setengah baya yang tidak lain adalah Mama Dania.
“Ehm, ini Nia lagi ngerjain tugas ma.” Jawab Dania seraya memainkan mouse yang tersambung pada laptopnya.
“Tidur dulu, tugasnya dilanjutkan besok pagi saja.” Ucap Mama Dania sambil menghampiri putri bungsunya itu.
“Iya ma, ini juga sudah selesai kok.” Dania mancari alasan.
“Baiklah, mimpi indah sayang.” Sambil mengecup kening putrinya.
“Iya mama.” Balas Dania singkat kemudian kembali fokus pada laptopnya tanpa menghiraukan mamanya yang berlalu seiring tertutupnya pintu kamar Dania.
Jemari Dania semakin lihai memainkan keyboard laptopnya, semakin lama semakin menyenangkan. Dania memang berbohong kepada mamanya, dia tidak sedang mengerjakan tugas melainkan sedang asik bermain-main dengan imajinasinya dengan dunianya yang semu, dunia yang tidak nyata, dunia yang tidak bisa dipastikan kebenarannya.
                                                            ***

Jam tujuh tepat ! Dania melompat dari angkutan kota yang mengantarkannya menuju salah satu sekolah di tengah kota. Dania terlihat bersusah payah berlari menuju gerbang sokolah yang hendak ditutup oleh salah seorang satpam. dania mencoba menahannya, dan berhasil.

“Kamu lagi !!” Ucap singkat satpam sedikit kesal.
“Besok nggak lagi deh Pak.”Balas Dania singkat kemudian berlalu menuju kelasnya.
Jam pertama, Dania harus bertemu dengan pelajaran matematika. Pelajaran yang membuatnya malas dan memilih untuk tidur di dalam kelas. Dini hari tadi, dania hanya tertidur kurang dari lima jam. Dan itu membuat kepala Dania pusing. Hingga suara teman sebangkunya pun mengagetkannya.
“Nia, Bangun.!!” Sambil menggoyang-goyangkan tubuh Dania yang tetelungkup di bangku.
“Apaan sih Din.” Dania mencoba mengabaikannya.
“Itu dipanggil Pak Sartono suruh ngerjain soal kedepan kelas.” Jelas Andin teman sebangku Dania.
“...” Dania tertidur lagi, dan menghiraukan Andin.
“DANIA !” Panggil Pak Sartono tepat di sebelah bangku dimana Dania tertidur. Sukses membuat Dania tersentak dan seluruh kelas mendadak hening seketika.
*****

“Kamu sudah gila ya Nia, bisa-bisanya tidur di kelasnya Pak Sartono.” Gerutu Andin setelah jam pelajaran berakhir.
“Aku kan paling nggak suka matematika Din, Tahu sendiri lah.” Bantah Dania seraya meneguk air mineral di depannya.
“Iya, tapi yang tadi itu parah Nia. Besok kalo sampe orang tuamu dipanggil baru tau rasa.” Andin mencoba memberi pengertian. Dengan mengingat memori otak beberapa jam yang lalu. Dimana Dania harus dikeluarkan dari kelas dan diberi peringatan untuk tidak mengulanginya lagi.
“iya bawel.” Balas Dania singkat.
“Emangnya kamu begadang lagi ya Nia?” Tanya Andin sambil mengalihkan topik bahasan.
“Hahaha, Aku diajakin ketemuan sama si Mister Adromeda.” Jawab Dania sedikit menaikan nada suaranya.
“Kopi Darat gitu, terus kamu mau ?” Tanya Andin lagi.
“Iya, kenapa harus nolak.” Jawab Dania bersemangat.
“Bukannya dia orang yang belum kamu kenal, itu resikonya tinggi Nia.” Andin terlihat khawatir dengan keputusan sahabatnya tesebut.
“Tenang aja. Aku bisa jaga diri kok.” Dania membela diri.
“...” Andin tidak berkomentar, dia sudah cukup terbiasa menghadapi sahabatnya yang keras kepala itu.
*****

Dunia Dania seketika berubah sejak beberapa bulan lalu mengenal salah satu social network yang banyak orang menyebutnya twitter. Dalam beberapa minggu saja Dania mampu menemukan kenyamanan dalam menggunakannya. Beberapa teman baru, pengetahuan baru, dan banyak hal baru dia temukan dengan berimajinasi dalam dunia maya. Hingga pada akhirnya Dania berkenalan dengan salah satu followersnya. Dania biasa memanggilnya Adromeda.  Dua bulan belakangan ini, mereka semakin akrab saja. Dalam perkenalannya, Adromeda mengaku sebagai salah satu mahasiswa tingkat akhir pada salah satu peguruan tinggi swasta. Bagi Dania, Adromeda adalah sosok dewasa yang membuatnya nyaman untuk berbagi segala hal. Termasuk kisah-kisah pribadinya. Ini yang membuat Dania merasa aman dan memutuskan untuk menerima tawaran Adromeda untuk bertemu.
Dania terlihat sedang merapikan pakaiannya. Dia menggunakan celana jins dan t-shirt bewarna senada. Cukup cansual, kemudian Dania keluar kamar dan bergegas menuju garasi yang terletak di depan samping rumahnya. Dania melompat diatas motor matic kesayangannya. Namun terdengar panggilan suara yang tidak asing memanggilnya.
“Mau kemana Nia ?” Tanya mama Dania yang merupakan sumber dari suara iitu tadi.
“Ini Ma, Dania mau mengerjakan tugas kelompok.” Jawab Dania cepat, seolah sudah menyiapkan jawaban ini untuk melegakan pertanyaan dari Mamanya.
“Dimana ?” Tanya Mamanya lagi seolah belum puas dengan jawaban Dania sebelumnya.
“Dirumah Andin Ma, temen sebangku Nia di sekolah.” Jawab Dania tanpa ragu.
“Yasudah, hati-hati sayang. Jangan pulang malam-malam.” Pinta Mama Dania sepenuh Hati.
“Siap Mama, Dania berangkat dulu.” Dania langsung menjalankan motornya dengan cepat seolah takut membuat Adromeda kecewa menunggunya terlalu lama.
*****

Setelah hampir satu jam Dania memacu motornya melintasi jalanan macet yang membuatnya bekeringat, sampailah dia pada salah satu pusat perbelanjaan yang selalu terlihat ramai dengan pengunjung. Dania memarkirkan motornya kemudian bergegas mengambil handphonenya dan terkejut mendapati lima panggilan tidak terjawab dari Adromeda. Dengan cepatnya Dania menekan tombol paling kanan di handphonenya dan menelpon kembali.
“Dimana Da ?” Tanya Dania cepat dengan panggilan sapaannya pada Adromeda.
“Di foodcourt lantai tiga.” Balas Adromeda singkat.
“Oke, aku kesana.” Jawab Dania seraya mematikan panggilannya.
Dania berjalan cepat menyusuri bagian demi bagian dari pusat perbelanjaan tersebut. Hingga membuatnya sulit bernafas. Sepuluh menit kemudian sampailah dia pada tempat dimana Adromeda menunggu. Kemudian Dania merogoh kembali kantong tasnya mencari-cari handphonenya. Tanpa disadari ada tangan yang menepuk pundaknya.
“Dania ?” Tanya seseorang dengan suara yang tidak asing bagi Dania.
“Meda ?” Tanya Dania balik seolah mengenali suara itu yang tidak lain adalah Adromeda seraya menengok menatap Adromeda dengan seksama. Untuk beberapa detik mereka terdiam dan saling memandang satu sama lain. Hingga Dania tersadar dari lamunannya dan mencoba mencairkan suasana.
“Maaf terlambat.” Ucap Dania mencoba memulai percakapan.
“Aku sudah tahu kebiasaanmu. Nggak di sekolah, nggak latihan basket bukankah kamu selalu terlambat.” Balas Meda seolah sudah sangat mengenal Dania.
“Idihhh.” Jawab Dania dengan meninju perut Meda dengan tidak terlalu keras namun cukup membuat Meda meringis.
Keduanya memulai pertemuan mereka dengan menuju salah satu stand makanan jepang  untuk mengisi perut mereka yang sejak tadi menahan rasa lapar. Mereka yang sejak awal sudah akrab tidak merasa canggung sedikitpun untuk berbagi cerita, tersenyum, bahkan tertawa bersama-sama.
“Ke pantai yuk.” Ajak Meda setelah selesai menyantap makanannya.
“uhuk uhukkk.” Dania tesedak kaget mendengar ajakan Meda, dan Dengan cepat Meda menyodorkan minumannya pada Dania.
“Nggak usah kaget gitu bisa kan.” Sindir Meda  dengan sedikit sunggingan senyum manis dari sudut bibirnya.
“siapa juga yang kaget.” Dania membela diri dengan sedikit menahan malu bercampur kagum melihat senyuman manis laki-laki didepannya ini.
“Nggak usah kagum gitu bisa kan. Aku emang dari lahir sudah ganteng.” Balas Meda dengan sindiran lagi.
“Idihh.” Jawab Dania dengan sedikit salah tingkah dan muka yang merah.
“Nggak usah salah tingkah gitu bisa kan.” Lagi-lagi Meda menyindirnya seolah suka melihat ekspresi Dania yang salah tingkah menahan malu sambil sedikit terkekek menahan tawa.
*****
To be Contiue