Saat
Sandra bergelut dengan nurani dan egonya, terdengar alunan musik
Internal Flame. 1 message received terlihat di layar ponselnya. Sandra
langsung membuka pesan tersebut. SAN… UDH B’ULANG KALI GW B’USAHA DPT’IN
MAF DRI LO, GW MOHON LO DTENG DI TMAN KOTA JAM 7 MLEM NIE. DA SATU HAL
YANG MUSTI LO TW TTNG GW –RAKA- satu pesan singkat yang penuh arti buat
Sandra.
“siapa yang sms?? Raka iya, bilang apa aja dia? Tanya Tita bertubi-tubi.
“iya… Raka pengen ketemu.” Jawab Sandra singkat.
“kapan…? Dimana…?” Tanya Tita lagi.
“malem nie, di taman kota jam 7. lo yang ngasih nomor gue ke dia iya?” terka Sandra langsung.
“iya!!
Habisnya gue nggak tega liat dia panas-panasan nunggu lo. Sekarang
mending lo mandi n siap-siap. Liat tuch, udah jam 6 lebih. Ntar telat
lagi.” Ajak Tita pada Sandra, dan mendorong Sandra ke kamar mandi.
“iya-iya… tapi coba dech lo baca lagi dech sms dia, ada yang bikin gue bingung.” Sandra masih berkutat dengan arti sms Raka.
“udah!!
Dipikir ntar aja, yang penting sekarang lo siap-siap nemuin Raka di
taman kota. N inget pesen gue, maafin dia san… okey!!” bujuk Tita lagi.
Jam
dinding kamar Sandra sudah menunjukan pukul 7 lebih. Sandra bergegas
mengambil kunci mobil kesayangannya dan langsung menuju taman kota
dimana dia dan Raka akan bertemu. Akan tetapi 2 jam berselang, Raka tak
kunjung datang. Sandra yang mulai bosan memutuskan untuk pulang. Dia
merasakan tanda-tanda ketidakseriusan pada diri Raka. Sandra menyesali
keputusan bodoh yang sudah dia ambil.
“gimana nge’datenya?” tita berbicara di seberang telepon.
“hiks… hiks…” terdengar tangis Sandra yang tertahan.
“San, koq nangis! kenapa?” tita bingung
“sepertinya
keputusan gue nemuin dia malem nie salah Ta, seharusnya gue nggak
percaya gitu aja ma ucapan Raka. Dia mank nggak pernah serius ma gue.
Dia cuman mempermainkan perasaan gue aja. Udah gue duga sebelumnya, nie
semua bakal terjadi sama gue. Dia pikir gue cewek apaan, nungguin cowok
di taman sendirian lagi, gue malu Ta!” ucap Sandra dalam tangisnya dan
emosi yang tak terkendali.
“maksud lo Raka nggak dateng, dia nggak nepatin janji?” tebak Tita.
“iya,
dia nggak dateng!! Bulshit semua omongan dia. Gue capek ngdepin dia,
gue nggak tau jalan pikiran dia. Dia udah kecewain gue untuk yang kedua
kalinya. Gue nggak akan pernah bisa maafin dia, sampe kapanpun.” Tambah
Sandra.
“maafin
gue San, seharusnya gue nggak percaya ma ucapan Raka gitu aja n nggak
bujuk lo buat nemuin dia malam nie.” ucap Tita penuh penyesalan.
“udah lah Ta, gue yang salah. Gue mank bodoh.” Sandra mulai mengendalikandiri.
“gue bakal bikin perhitungan ma tuch cowok” Tita penuh emosi.
Keesokan
harinya, sepulang sekolah. Giliran Sandra yang nungguin Raka. Tetapi
tidak membuahkan hasil. Sandra hubungin Ponselnya selalu mailbox. Hal
ini membuat Sandra benar-benar geram dengan sikap Raka. Sampai akhirnya
Dico menemui Sandra dan memberi tahu kabar yang mengejutkan.
“san, ikut gue!!” ajak Dico pada Sandra secara paksa dengan menarik tangan Sandra.
“apa-apaan nie… lepasin gue!!!” Sandra berontak
“…” Dico tak menjawab dan hanya berusaha menbujuk Sandra agar mau mengikuti kemauannya.
“lo pikir gue apa!! Mana temen lo, udah puas dia permainin perasaan gue!” Sandra berusaha melepaskan diri.
“gue bisa jelasin ntar! Sekarang lo ikut gue!” jelas Dico emosi
Sandra hanya terdiam dan mencoba mengikuti kemauan Dico
30
menit kemudian, sampailah mereka di salah satu Rumah Sakit ternama di
Surabaya. Sandra masih bingung dan mencoba memehami maksud dan keinginan
Dico. Setelah turun dari mobil, dico terus menggandeng tangan Sandra
dan membawanya keruang ICU. Sesampainya di ruangan tersebut, Sandra
melihat sosok tubuh lelaki yang tak asing lagi baginya. Dia terlihat
lemah dengan mata terpejam seolah-olah dia sedang tertidur pulas.
Terlihat pula selang oksigen yang melekat pada hidungnya, menandakan
bahwa kondisinya yang buruk. Tidak pernah terlintas di benak Sandra,
Raka yang selalu terlihat kuat, terlihat tak berdaya saat ini. Sandra
mulai mengatur nafas dan menahan agar air matanya yang hendak jatuh.
Sia-sia Sandra menahan semuanya. Air mata Sandra jatuh dari pelupuk
matanya yang indah. Sandra mencoba meyakinkan diri jika semua ini hanya
mimpi. Tetapi Sandra salah, semua ini adalah kenyataan yang harus
diterimanya. Sandra berjalan menghmpiri tubuh yang terkulai lemah itu,
duduk disampingnya dan meraih tangan Raka.
“nak Sandra iya…??” Tanya wanita setengah baya yang mencoba terlihat kuat menghampiri Sandra.
“iya tante… saya sandra” jawab sandra dengan tangisnya tertahan.
‘Raka sering cerita tentang kamu.” Lanjut wanita itu yang tidak lain adalah mama Raka.
“cerita apa tante?” Tanya Sandra.
“kamu
gadis yang baik, kamu bisa membuat semangat Raka kembali seperti dulu.
Dia bertekat akan sembuh dari penyakitnya ini, tetapi Tuhan berkehendak
lain. Kemarin malam, saat hendak menemuimu. Kondisinya tiba-tiba
memburuk. Dia menyiapkan rangkaian bunga mawar putih untuk Sandra. Tanpa
sedikitpun dia memperhatikan kondisinya yang semakin memburuk. Satu hal
yang musti Sandra tau, Raka tulus sayang sama Sandra. Tiap malam dia
nggak pernah lupa cerita tentang Sandra pada Tante. Sepertinya dia
terlahir bukan sebagai orang yang bahagia.”
Mama
Raka tak kuasa menahan tangisnya dan tak mampu lagi melanjutkan
ceritanya lagi. Mama Raka langsung keluar ruangan ICU. Sandra yang
mendengar cerita mama Raka semakin terlarut. Tangisnya tak terkendali.
Sandra kembali meraih tangan Raka, dan menggenggamnya erat seolah Raka
akan pergi jauh. Sandra menatap wajah pucat Raka dan menundukan kepala.
Tanpa sengaja air mata Sandra jatuh tepat di telapak tangan Raka. Sandra
berharap Raka mengerti kesedihannya. Tak lama kemudian Raka tersadar.
“sa… Sandra… kenapa nangis?” ucap Raka tertahan.
“ra… raka…!” Sandra terliha kaget mendengar suara yang sangat dikenalnya itu.
“gue
nggak pentes buat lo tangisin, gue emang pecundang. Gue nggak bisa
bahagiain cewek yang gue sayang.” Raka marah pada dirinya sendiri.
“lo nggak boleh ngomong gitu. Gue bahagia koq. Gue bakal selalu bahagia.” Sandra menangis lagi.
“maafin gue san…” Raka menyesal dan terlihat matanya berkaca-kaca.
“lo
nggak pernah salah Ka, gue yang seharusnya dari awal tau semuanya ini.
Gue yang seharusnya percaya sama semua ucapan lo” tangisnya tak
terbendung.
“satu hal san, gue sayang sama lo, dari dulu, sekarang dan selamanya.” Ucap Raka penuh kejujuran.
“gue tau, gue juga sayang sama lo ka.” Sandra mencium tangan Raka.
“San, gue minta lo tetep ada disini iya. Jangan pernah tinggalin gue sedetikpun.” Pinta Raka.
“pasti ka, gue bakal ad buat lo. Lo pasti kuat!!” Balas Sandra dan menghapus air matanya.
“iya…”
Raka
menggenggam erat tangan Sandra, begitu pula sebaliknya. Perlahan Raka
mulai terlelap, Raka memejamkan matanya. Sampai akhirnya Sandra
menyadari, Raka mengendurkan genggamannya. Terlihat detak jantung Raka
mulai tidak stabil. Sandra mulai panik, dan mencoba mencari pertolongan.
Sandra memanggi dokter dan perawat yang ada. Dokter langsung bergegas
menolong Raka, mengerahkan semua kemampuannya untuk menolong Raka.
Kepanikan semakin bermunculan. Terlihat mama Raka yang tak
henti-hentinya menangis, begitu pula Sandra. Dico yang mencoba tegar
ternyata tak kuasa menahan tangis. Dan… RAKA PUTRA PRAMADYA tertulis
pada batu nisan, diatas gundukan tanah yang masih basah dan terlihat
bertabur bunga diatasnya. Raka pergi untuk selama-lamanya, meninggalkan
kenangan indah yang tak pernah terlupakan. Sandra mencoba kuat menjalani
hari-hari yang baru tanpa seorang Raka.
Dear Raka…
Seharusnya dari awal gue percaya sama lo…
Seharusnya dari awal gue nggak ngeraguin cinta lo…
Seharusnya dari awal gue nggak egois…
Seharusnya dari awal gue ada deket lo…
Maaf karna gue udah buat lo menderita…
Maaf karna gue udah buat lo sedih…
Sampe kapan gue bisa hidup tenang tanpa lo…
Sampe kapan gue musti nunggu lo jemput gue…
Tapi gue percaya, suatu saat nanti kita bakal bahagia bersama…
Raka…
Seandainya cinta tak datang terlambat…
Yang selalu mencintaimu
Sandra
The End